Julaybib seorang yang cacat dan kerdil serta mempunyai rupa paras buruk. Nama ini, tentu bukan dia sendiri yang menghendakinya, atau mungkin tidak pula kedua orang tuanya, karena dia pun tidak tahu siapa ayah dan ibunya serta tidak di ketahui nasabnya. Demikian pula orang-orang di sekitarnya, semuanya tidak tahu atau tidak berapa menghiraukannya, tidak dikenali dari suku manakah dia berasal.
Keterampilannya juga menyebabkan masyarakat menjauhinya. Wajahnya yang buruk, pendek, bungkuk, hitam, dan fakir. Pakaiannya usang dan lusuh. Kakinya pecah-pecah tidak beralas. Tiada rumah untuk berteduh.
Sehinggakan Abu Barzah, seorang pemimpin Bani Aslam, berkata kepada keluarganya (yang wanita) tentang Julaybib, “Jangan pernah biarkan Julaybib masuk di antara kalian! Demi Allah, jika dia berani begitu, aku akan melakukan hal yang mengerikan kepadanya!”
Demikianlah Julaybib.
Namun jika Allah berkehendak menurunkan rahmat-Nya, tidak satu pun makhluk yang dapat menghalanginya. Julaybib menerima hidayah, dan dia selalu berada di shof hadapan dalam solat dan jihad. Meski kebayakkan orang menganggapnya serti tiada namun tidak begitu dengan Rasul mulia, sang rahmat bagi semesta alam. Julaybib yang tinggal di shuffah (teras) Masjid Nabawi, suatu hari ditegur oleh Nabi,
“Julaybib”, begitu lembut Rasulullah S.A.W memanggil, “Tidakkah engkau mahu menikah?” “Siapakah orangnya, ya Rasulullah yang mahu menikahkan putrinya dengan diriku ini?”, kata Julaybib.
Julaybib menjawab dengan tetap tersenyum, tidak ada riak menyesali diri atau menyalahkan takdir Allah pada kata-kata mahupun air mukanya. Rasulullah juga tersenyum. Sememangnya tidak ada orang tua yang berkenan pada Julaybib.
Tapi hari berikutnya, ketika bertemu dengan Julaybib, Rasulullah menanyakan perihal yang sama. “Julaybib, tidakkah engkau mahu menikah?” Dan Julaybib menjawab dengan jawaban yang sama. Dan dihari ketiga itulah, Nabi memegang lengan Julaybib dan membawanya ke salah satu rumah seorang pemimpin Anshar (sebagaimana tersebut dalam riwayat Abu Barzah al Aslami)
“Aku ingin” kata Rasulullah kepada si empunya rumah, “Melamar puteri kalian.”
“Betapa indahnya dan betapa barokahnya.” begitu si wali menjawab berseri-seri, mengira bahawa Nabi-lah calon menantunya. “Ya Rasulullah, sungguh akan menjadi cahaya yang menyinari kesuraman rumah kami.”
“Tapi aku melamar bukan untukku sendiri” kata Rasulullah, “Kupinang putri kalian untuk Julaybib”. “Apa? Julaybib?” terkejut bapa putri yang dipinangkan tersebut. terbayang akan keadaan Julaybib dan dia sangat terkejut.
“Ya. Untuk Julaybib.”
“Ya Rasulullah”, terdengar helaan nafas yang berat, “Saya harus meminta pertimbangan istri saya tentang hal ini.”
Di rumahnya, bapa putri itu menjelaskan kepada isterinya, “Dengan Julaybib?” tanya istrinya dari dalam rumah, “Mana boleh begitu?” masih tidak puas hati, istrinya melanjutkan kata-kata yang menjadi bukti betapa dia berat hati melepas putrinya untuk dinikahkan dengan Julaybib, “Demi Allah, tidak... tidak mungkin puteri kita akan menikah dengan Julaybib.”
Perbualan itu turut didengari sang puteri dari sebalik tirai, terus memintas perbualan ayah dan ibunya, “Siapakah yang meminta, wahai ayah dan ibu?”
Kedua orang tuanya pun menjelaskan.
“Apakah kalian hendak menolak permintaan Rasulullah? Demi Allah, kirimkan aku kepadanya. Dan demi Allah, karena Rasulullahlah yang meminta, maka tiada akan dia membawa kehancuran dan kerugian bagiku.”
Sang gadis solehah itu lalu membacakan firman Allah,
“Dan tidaklah patut bagi lelaki beriman dan perempuan beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan lain tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah tersesat dalam kesesatan yang nyata.” (Al Ahzab [33] : 36).
Gadis solehah itupun menikah dengan Julaybib.
Ishaq bin Abdillah bin Abi Thalhah (salah satu perawi hadits) berkata kepada Tsabit, “Tahukah kamu, apa doa Rasulullah untuk wanita itu?”
Zaid berkata, “Apa gerangan doa Nabi untuknya?”
Ishaq berkata,“Beliau mengucapkan doa, ‘Ya Allah, limpahkan kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Janganlah kau biarkan hidupnya payah dan bermasalah” Benarlah doa Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa sallam.
Namun, kehidupan Julaybib bersama isteri solehahnya ditakdirkan tidak terlalu lama. Meski di dunia sang istri sholehah dan bertakwa, namun bidadari syurga telah menunggu-nunggu Julaybib. Julaybib lebih dikenali di langit meskipun tidak di bumi. Dia lebih selayaknya menghuni syurga daripada masyarakat didunia yang bersikap tidak mengambil tahu tentangnya.
Dikisahkan bahawa kemudiannya Julaybib mengikuti suatu peperangan bersama Nabi S.A.W, dan menemui syahid. Rasulullah terasa akan kehilangan Julaybib. Tapi beliau akan mengajarkan sesuatu kepada para shahabatnya. Maka beliau bertanya-tanya di akhir pertempuran, “Apakah kalian kehilangan seseorang?”
Para shahabat menjawab, “Fulan, fulan dan fulan.”
Para shahabat menyebutkan sejumlah nama yang hilang dalam peperangan tersebut.
Kemudian Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda dengan menghela nafasnya, “Tetapi aku kehilangan Julaybib. Carilah dia!”
Akhirnya, mereka berhasil bertemu Julaybib yang terbunuh dengan luka-luka di tubuhnya. Di sekeliling jasadnya terbaring tujuh jasad musuh yang telah dia bunuh terlebih dahulu. Nabi Muhammad Shollallohu ‘alayhi wa sallam bersabda, “Dia telah membunuh tujuh orang sebelum mereka membunuhnya.”
Beliau dengan tangannya sendiri mengafaninya. Beliau mensolatkannya dan khalimat yang diucapkan untuk Julaybib yang akan membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit adalah,
“Ya Allah, dia adalah sebahagian dari diriku dan aku adalah sebahagian dari dirinya.”
Alangkah indahnya. Tidak dikenali manusia didunia ini, tapi dikenal oleh Rabbnya dan Rabb seleruh manusia didunia dan isinya.
-
~~~~~ info ~~~~ iklan ~~~~ makluman ~~~~
- BELAJAR KOMPUTER - HANYA 1 PELAJAR UNTUK 1KELAS 1 MURID ? KLIK
- IKLANKAN PRODUK/PERNIAGAAN ANDA DENGAN KAMI - KLIK
-
No comments:
Post a Comment