Saturday, September 28, 2013
Syarat – Syarat Sahnya Shalat
Syarat Pertama: Masuk Waktu Shalat
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.(QS. Ann-Nisaa`: 103)
Artinya wajib dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditentukan. Penetapan waktu-waktu shalat adalah pembatasan. Allah ta’ala menentukan waktu-waktu shalat disepanjang rentang waktu. Kaum muslimin telah ber-ijma’ bahwa shalat lima waktu itu memiliki waktu-waktunya yang khusus dan terbatas, shalat tidak diterima jika dilakukan sebelum waktunya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الصلاة على وقتها
“Shalat itu pada waktunya” [HR. Bukhari (527) & Muslim (2/13), lafazh milik Bukhari dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu]
Syarat Kedua: Menutup Aurat
Di antara syarat-syarat shalat adalah menutup aurat, yaitu apa-apa yang wajib untuk ditutup dan jika terlihat akan sangat buruk dan menimbulkan rasa malu. Allah ta’ala berfirman:
يَابَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِد ٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid.” (Al-A’raaf:31)
Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam kitabnya Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiyyah berkata: Maksudnya ialah pada setiap melakukan shalat
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا يقبل الله صلاة حائض (أي:بالغ) الا بخمار
“Allah tidak akan menerima shalat wanita haidh (dewasa) melainkan dengan mengenakan kerudung.” [HR. Ahmad (25823),(6/248), Abu Dawud (641), At-Tirmidzi (377),(2/215), Ibnu Majah (655),(1/362), At-Tirmidzi menganggapnya hasan]
Syarat Ketiga: Jauh dari najis (suci)
Di antara perkara yang dipersyaratkan dalam shalat adalah menjauhi najis. Seseorang yang akan melaksanakan shalat harus menjauhinya dan bersih darinya sama sekali, baik badan, pakaian, dan tempat yang akan ditempati untuk melaksanakan shalat.
Najis adalah kotoraan tertentu yang mana jenisnya menghalangi shalat, seperti; bangkai, darah, arak, kencing, dan tahi.
Allah ta’ala berfirman:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan bersihkanlah pakaianmu”. (Al-Muddassir : 4)
Imam Ibnu Sirin raahimahullah berkata: “Cucilah ia dengan air” [1]
Syaikh Shalih Al-Fauzan, berkata: Siapa saja yang mengetahui najis di badannya setelah selesai shalatnya, sedangkan ia tidak mengetahui kapan hal itu terjadi, shalatnya (tetap) sah.
Begitu pula jika ia mengetahuinya sebelum melaksanakan shalat tetapi ia lupa membersihkannya (lalu kemudian shalat) maka shalatnya (tetap) sah menurut pendapat yang paling rajih (kuat).
Akan tetapi apabila dia mengetahui ada najis ketika sedang shalat dan memungkinkan dapat membersihkannya tanpa (menimbulkan) gerakan yang banyak, seperti: menanggalkan sandal, atau sorban, dan selainnya. Maka hendaknya ia membersihkan najis tersebut, lalu meelanjutkan shalatnya. Namun jika tidak memungkinkan untuk membersihkannya maka shalatnya batal.
Syarat Keempat: Menghadap Kiblat
Di antara syarat-syaratnya ialah menghadap kiblat, yaitu ke arah Ka’bah yang dimuliakan. Dinamakan kiblat karena semua orang menghadap ke sana dan semua tempat shalat menghadap ke sana.
Allah ta’ala berrfirman:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya”. (Al-Baqarah : 144).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال النبى صلى الله عليه وسلم لخلادبن رافع : اذا قمت الى الصىة فأسبغ الوضوء ثم استقبل القبلة – رواه مسلم
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Khallad bin Rafi, “Apabila engkau hendak shalat, sempurnakanlah wudhumu, kemudian menghadaplah ke kiblat”. [HR. Muslim]
Siapapun yang dekat Ka’bah dan dapat melihatnya maka wajib atas dirinya untuk langsung menghadap ke Ka’bah dengan segenap anggota tubuhnya secara mutlak ia mampu menghadap ke wujudnya. Maka tidak boleh ia berpaling darinya. Apabila ia dekat akan tetapi tidak bisa melihat Ka’bah karena terhalang sesuatu maka ia harus berusaha menempatkan arah kepadanya, lalu menghadap ke arahnya semampu mungkin.
Barangsiapa yang jauh dari Ka’bah di belahan bumi mana pun maka dalam shalatnya ia harus menghadap ke arah Ka’bah. Tidak mengapa jika sedikit condong ke kanan atau ke kirri, hal ini berdasarkan hadits,
مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ قِبْلَةٌ
“Antara timur dan barat adalah kiblat”[HR. At-tirmidzi (342, 1/171), Bab Shalat "139" Ibnu Majah (1011, 1/534), bab "Mendirikan shalat" 56, dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]
Shalat tidak sah jika dilaksanakan tanpa menghadap kiblat, hal ini dikarenakan firman Allah ta’ala:
وَحَيْثُ مَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya”(Al-Baqarah : 144).
Yakni: di darat, di laut, di angkasa, di timur ata di barat.
Syarat Kelima: Niat
Salah satu dari syarat shalat adalah niat.
Niat secara etimologi adalah maksud, sedangkan menurut terminologi ialah kemauan keras melakukan suatu ibadah untuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ta’alam
Tempat Niat adalah di hati. Maka tidak perlu dilafazhkan bahkan melafazhkan niat adalah keliru (bbid’ah) yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya. Beliau berniat di dalam hatinya untuk melaksanakan shalat yang dikehendakinya, semisal hendak shalat Dzuhur atau Ashar. Hal ini berdasarkan hadits:
انما الاعمال بالنيات . رواه بخار ومسلم
“Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat”.[HR. Bukhari (1) dan Muslim (4904)]
[Diringkas dari kitab Al-Mulakhkhash Al-Fiqhi, Shalih Al-Fauzan, Daar Al-'Ashimah, dengan sedikit penyesuaian dari penulis]
_________________
1. Tafsiir Ibnu Katsir (4/441)
sumber - KHAZANAH ILMU
JOM BELAJAR KOMPUTER CARA MUDAH
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment